Dalam sebuah obrolan santai kala makan siang, paska pasca terjadinya peristiwa bom di hotel J.W. Marriott dan Ritz Carlton, 17 Juli 2011 lalu, terlontar pertanyaan spontan dari kawan bule saya. ”Apakah kamu bangga menjadi menjadi orang Indonesia?”.
Terus terang saya kaget dan sulit menjawabnya. Namun sejurus kemudian saya pun menjawab, ”saya sangat bangga menjadi warga negara Indonesia dengan situasi dan kondisi apapun”. Ia pun berujar, ”seharusnya demikian adanya, tapi sepertinya banyak kawan pribumi saya yang menjawab tidak. Mengapa begitu ya”. Kilah bule itu.
Obrolan singkat tadi akhirnya menuntut saya untuk bertanya dalam hati, ”Benarkah setiap warga negara Indonesia bangga menjadi orang indonesia? Atau malah sebaliknya?” Kiranya sungguh sulit menemukan jawaban pastinya.
Harus diakui memang, perjalanan bangsa ini sejak masa kemerdekaan 1945 hingga paska reformasi ini banyak dipenuhi gejolak dan dinamika kebangsaan yang cukup memprihatinkan.
”Krisis Multi Dimensi” dalam ranah ekonomi, politik, sosial budaya, keamanan, dan bahkan sampai kepada krisis identitas kebangsaan sekalipun menjadi sejarah gelap bangsa ini.
Realitasnya, angka kemiskinan dan pengangguran semakin meningkat, daya beli masyarakat semakin menurun, praktek korupsi semakin mendarah daging, moral masyarakat semakin tergerus, dan terakhir persoalan aksi terorisme yang didalangi oleh sebagian anak bangsa in. Namun apakah itu semua bisa menjadi justifikasi krisis nasionalisme warganya dengan tidak lagi bangga menjadi Indonesia.
Saya kira jawabannya adalah tidak!!. Bangsa ini adalah bangsa yang besar dan bisa dibanggakan. Banyak sekali torehan prestasi anak-anak bangsa yang bisa kita banggakan karena bendera merah putih berkibar diatas bendera negara-negara lainnya. Salah satunya prestasi adalah prestasi Jhonatan dalam olimpiade Fisika XXXVII.
Berikut ini kisahnya, berdasarkan catatan prof. Yohanes Surya sewaktu mengikuti upacara pembagian medali ”International physics olympiade XXXVII” di Singapore.
Kala itu mayoritas duta besar yang hadir, awalnya mencibir sinis kontingen Indonesia karena dianggap tidak akan pernah berprestasi. Tapi alangkahnya kaget dan malunya mereka ketika panitia menyebut nama ”Muhammad Firmansyah Kasim” dari Indonesia sebagai pemenang medali perak.
Kejutan itu tak berhenti disitu saja. Tidak lama kemudian, panitia kembali mengumumkan nama-nama pemegang medali emas. Saat itu dubes-dubes negara sahabat yang hadir kaget luar biasa karena ternyata ternyata medali emas itu kembali diraih oleh 4 anak Indonesia. Dengan berpeci hitam dan jas hitam mereka maju ke panggung sambil mengibar-ngibarkan bendera merah putih. Sungguh mengesankan dan mengharukan. Semua duta besar langsung mengucapkan selamat pada dubes kita sambil berkata bahwa ”Indonesia hebat”.
Kejutan itu tidak berhenti di situ saja. Ketika diumumkan “the champion of the International physics olympiade XXXVII is “Jonathan Pradhana Mailoa” from Indonesia. Semua orang Indonesia bersorak. Bulu kuduk berdiri, merinding, semua orang mulai berdiri, tepuk tangan menggema cukup lama ”Standing Ovation”. Hampir semua orang Indonesia yang hadir dalam upacara itu tidak kuasa menahan air mata turun. Air mata kebahagiaan, air mata keharuan, air mata kebanggaan sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang besar.
Rasa bangga atas bangsa ini adalah perwujudan rasa nasionalisme kita. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Kalau bukan kita siapa lagi yang akan dan bisa membanggakannya. Seluruh capaian prestasi bangsa ini, baik yang terburuk sekalipun maupun yang terbaik, haruslah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan berbangsa yaitu bangsa Indonesia yang harus kita terima dengan lapang dada. Apapun prestasi bangsa ini kita harus tetaplah bangga.
Harus diakui memang, banyak sekali prestasi kurang baik bangsa ini. Namun semua itu harus menjadi cambuk berharga bagi seluruh elemen bangsa ini untuk terus memperbaikinya. Bangsa ini bangsa besar dan bisa kita banggakan, tentunya dengan memberikan yang terbaik buat bangsa ini. Tak mudah patah arang untuk terus memperbaiki diri dengan segenap kemampuan yang kita miliki. Sekecil apapun haruslah tetap kita upayakan, syukur-sukur bisa menjadi kebanggaan negara seperti prestasi ”Jhonatan” diatas.
Apapun yang terjadi dengan negeri ini, sepatutnya kita harus bangsa dan mensyukurinya sebagai perwujudan rasa nasionalisme atas negeri tercinta ini. Nasionalisme senantiasa identik dengan kesetiaan dan solidaritas yang kuat dari para warganya. Untuk itu, penulis berharap setiap penduduk negeri ini memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dengan tetap bangga atas kondisi dan prestasi bangsa ini. Hidup Indonesia. Aku bangga menjadi Indonesia!!!!!!.
—0000—-SUNARTA...